Sabtu, 26 September 2009

Mengenang Al-Habib Al-Walid Ahmad bin Abdullah bin Muchsin As-Shofie Asseggaff


Laut yang terbentang luas telah menjadi saksi akan kebesaran dan keluasan ilmu yang engkau miliki.Engkau adalah putra terbaik Alawiyyin yang telah di anugrahkan oleh ALLAH dengan berbagai kepandaian dan kelebihan.Sangat sulit bagi kami untuk mendapatkan pengganti yang setaraf dan sekelas dengan engkau ya habibana Ahmad bin Abdullah bin Muchsin As Shofie Asseggaff.Alangkah indahnya perjalanan hidup mu,mengenangmu adalah laksana mereguk tetes air penyejuk dahaga,mengingatmu menjadikan hati ini kian sedih dan pilu.Betapa tidak,karena kami tak dapat menziarahi mu.Kehendak ALLAH sungguh sangat Mulia dan Agung karena memang laut lah tempat engkau beristirahat.
Duhai kecintaan kami,duhai pejuang Alawiyyin mungkin hanya dengan menulis sekilas untuk mengenang diri mu rasa rindu dan hormat kami dapat terpenuhi.Tak dapat rasanya menyampaikan terima kasih yang teramat pada mu,duhai insan yang dicintai oleh Ar Rasul dan Hababati Fathimah Az Zahra


Susun galur nasabnya :
Ahmad bin Abdullah bin Muchsin bin Alwi bin Sagaf bin Muhammad bin Umar bin Thoha bin Umar bin Thoha bin Umar As Shofie bin Abdurrahman Al Mu’allim bin Muhammad bin Ali bin Al Imam Al Qutb Abdurrahman Asseggaff bin Muhammad Mauladawilah bin Ali bn Alwi Al Qhoyyur bin Muhammad Faqih Muqaddam bin Ali bn Muhammad Shohib Mirbat bin Ali Kholi' Qasam……………......... bin Sayyidina Ali bin Abi Thalib KRW dan Sayyidah Fatimah Az-Zahrah binti Ar Rasul Muhammad S.A.W.



Al Habib Ahmad bin Abdullah bin Muchsin As Shofie Asseggaff adalah generasi ke 36 dari Rasulullah Muhammad S.A.W.




Al-Habib Al-Walid Ahmad bin Abdullah bin Muchsin As Shofie Assegaf lahir pada tahun 1299 H di kota Syihr ibukota Hadramaut ketika itu, beliau lahir saat Ayahnya sedang berdakwa dikota tersebut. Ketika berumur empat tahun beliau beserta ayahnya dan keluarga pergi ke kota Sewun yang dikenal sebagai kota ilmu yang banyak menghasilkan ulama,orang-orang mulia dan orang-orang shaleh. Sewun merupakan kota asal nenek moyang beliau yang hidupnya senantiasa berada dibawah naungan ilmu dan asuhan para ulama.Beliau mempelajari berbagai macam ilmu diantaranya ilmu ushuludin,fiqih,ilmu bahasa,sastra dan tasawuf. Setelah itu beliau pergi ke Tarim,kota pusatnya para ulama,tempat tinggal orang-orang saleh dimana beliau berkecimpung di majlis-majlis ilmu dan berhubungan dengan ulama besar untuk menimbah ilmu dari mereka. Selalu dekat bersama-sama dan menghirup berbagai macam ilmu,laksana minuman curahan air bah yang jernih dengan kepuasaan hati, sehingga para ulama memuji kepandaian dan keunggulaanya dalam menuntut ilmu. Di antara ulama tersebut adalah Al ‘Allamah Al Imam An Nassabah Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Husin Al Masyhur Syahabuddin, Mufti Hadramaut dan seorang ahli nasab silsilah Alawiyin,Shohibul Fatwa, serta penyusun kitab yang utama dalam ilmu nasab yaitu Syamsu azh zhahirah. Dimana kitab ini sampai saat ini dipakai sebagai rujukan utama khususnya bagi keturunan para saadah alawiyin yang berasal dari Hadramaut Yaman Selatan.
Keluarga Al Thoha bin Umar As Shofie ini dikenal dengan ketinggian ilmunya,ketakwaan dan kesalehannya. Mereka dikenal sebagai cikal bakal para ulama Sewun yang menimbah ilmu secara turun temurun dari datuk datuknya sampai ke anak anak keturunannya. Diantara mereka adalah ulama,cendikiawan mubalig dan perintis pergerakan. Ayah Al-Habib Ahmad yakni Al Habib Abdullah bin Muchsin adalah salah seorang ulama yang menghabiskan masa hidupnya untuk berdakwa ,menyebarkan ilmu pengetahuan,ilmunya luas dan terkenal akan kelembutan budi bahasanya. Sedangkan kakek.datuknya adalah Al-Habib yakni Al ‘Allamah Al-Habib Muchsin bin Alwi Assegaf lebih tinggi lagi keunggulannya dari yang telah kita sebutkan diatas mengungguli banyak suku dan keluarga keluarga Alawiyin dimasanya dan perjalanan hidupnya tercatat didalam sejarah sebagai tonggak keadilan dan kebenaran.
Al-Habib Ahmad pada tahun 1303H masuk ke Indonesia dalam rangka mengunjungi saudaranya yang tertua yaitu Al-Habib Muhammad bin Abdullah bin Muchsin Assegaf di pulau Bali. Al-Habib tinggal di Bali untuk beberapa saat lamanya kemudian melanjutkan perjalanan ke Surabaya. Di Surabaya Al-Habib Ahmad berjumpa dengan beberapa perintis pergerakan Islam dan para cendikiawan. Mereka membahas tentang kebangkitan pergerakan keturunan Arab dan kaum muslim di masa mendatang . Juga mengadakan perbaikan-perbaikan untuk kemajuan kaum Muslim sehingga tergeraklah cita-cita dan keinginan sekelompok jamaah yang cinta kepada kebaikan di Surabaya, Gresik dan Jakarta. Al-Habib Ahmad adalah orang yang pertama yang menjadi pimpinan di Madrasah Al Khairiyah. Mulai saat itu Al-Habib memimpin dengan bijaksana dan dikenal dengan cerdik pandai yang ahli dalam bidang pendidikan.
Di Surabaya ini Al-Habib menikah dan memiliki beberapa orang putra,setelah itu pindah ke Solo menjadi pengurus disebuah sekolah dan menjadi peimpin yang terkemuka hingga Al-Habib menjadi buah bibir dimanapun berada. Semua orang mengakui keunggulannya ,namun Al-Habib tiada henti-hentinya belajar untuk menambah ilmupengetahuan. Pada malam hari Al-Habib belajar disebuah sekolah memperdalam ilmu-ilmu pendidikan ,phisikologi, dan ilmu lai yang menunjang dalam bidang pendidikan. Dalam waktu singkat Al-Habib mampu menguasai ilmu-ilmu itu bahkan guru Al-Habib di bidang phisikologi mengakui keunggulannya sebagai murid yang cerdas dan meramalkannya akan menjadi maha guru.
Sewaktu Al-Habib menyampaikan pelajaran,sahabat-sahabat Al-Habib yang orang pribumi diantaranya para seniman sangat kagum dan mengakuinya kemahirannya dalam di bidang pendidikan disiplin dan manajemen sekolah. Para murid dan orang tua murid juga kagum kepada Al-Habib .
Al-Habib juga berdagang antara Jakarta dan Solo disamping itu Al-Habib tetap tidak melalaikan cita-citanya dan keinginannya dalam bidang yang diminatinya,yaitu mengadakan perbaikan dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Dari Solo Al-Habib pindah ke Jakarta dan menjadi pemimpin di Sekolah Jami'at Khair, Al-Habib mengadakan pergerakan khusus dengan bantuan para cendikiawan dan membuka kelas baru untuk para pelajar dan menyusun tata tertib untuk para pelajar putra-putri,juga mengarang buku-buku pelajaran dan lagu-lagu sekolah yang digubahnya sendiri.Buku-buku tersebut terdiri dari buku agama,sastra,akhlak dan buku umum tentang keagamaan. Setelah itu datanglah utusan dari seluruh penjuru pulau Jawa,Sumatra dan kepulauan Indonesia lainnya juga Malaysia meminta supaya dikirimkan guru-guru untuk mengajar . Datang pula surat dari Mukalla dan Syihr meminta supaya Al-Habib memimpin pengajaran disana.
Pada waktu Al-Habib berada di Jakarta bertepatan dengan adanya pergerakan Ar-Rabitha Al-Alawiyah yang mana Al-Habib adalah salah satu ulama penggerak baik pikiran maupun tulisan dalam organisasi tersebut. Al-Habib mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam memberikan petunjuk dan pengarahan serta menyeruh kepada persatuan dan perdamaian. Pendekatan semua itu dapat dilihat dalam syair ,qasidhah dan nyanyian yang menyerukan kepada persatuan. Oleh karena itu tidak patut bagi kita untuk tidak mengenal Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin MuchsinAs Shofie Assegaf ini dengan melihat peninggalan-peninggalannya berupa karya sastra yang sangat tinggi mutunya dan Al-Habib merupakan salah satu Pilar Utama dalam pergerakan Alawiyin di Indonesia ini . Al-Habib juga menjadi pengasuh di majalah Ar-Rabitha Al-Alawiyah dimana misi dari majalah ini adalah menyeruh dan mengarah kepada pembahasan ilmiah,sejarah,sastra dan kemasyarakatan. Majalah ini punya nilai sejarah yang sangat tinggi yang diterbitkan di kepulauan ini. Al-Habib sangat benci dengan penjajahan dan setiap langkahnya selalu berjuang,ketika terjadi Konggres Muallimin di Pekalongan Al-Habib adalah salah satu orang yang menentang dan memutuskan untuk tidak mengikuti sistim yang dibentuk oleh pemerintah Belanda melainkan mengambil sistim pengajaran yang dipakai di negara Islam seperti Mesir dan lain-lain, dengan menjadikan bahasa Arab sebagai pengantar dan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran tambahan.
Al-Habib yang berjiwa besar ini banyak memberikan sumbangan berupa pandangan dan pengarahan sehingga buku-buku cerita yang dikarangnya pun tak lepas dari unsur-unsur falsafah hidup. Ini dapat kita lihat dalam buku cerpenya yang berjudul "Fatat Qarut (Gadis Garut)", sekarang sudah dicetak menjadi buku dalam edisi bahasa Indonesia. Karya sastra ini sangat indah dan patut untuk di baca dan mengandung budaya bangsa dan syair-syair yang sangat dapat dinikmati oleh siapapun jua.

Banyak karya-karya Al-Habib yang disebarluaskan untuk sebagai buku pelajaran di Madrasah-madrasah. Diantaranya adalah cerita-cerita yang berisi masalah pendidikan seperti Fatat Garut (gadis Garut),Thohayat Tasahul,dan Ash-Shabara wats Tsabat (berisi tentang cara hidup yang baik di dalam masyarakat untuk mencapai kemulian dunia dan akhirat),buku-buku pendidikan dan ilmu jiwa, Sejarah Banten,Sejarah masuknya Islam di Indonesia. Keahlian Al-Habib didalam syair mendapat pengakuan dari banyak ahli syair di negara Arab. Selain itu Al-Habib juga punya keahlian di bidang kerajinan tangan dan elektronika dan pernah Al-Habib membuat sebuah alat musik yang dinamakan Alarangan. Dan diantara karya Al-Habib yang paling monumental adalah kitab mengenai "Ilmu Nasab" yaitu KHIDMATUL ASYIRAH, kitab ini Al-Habib buat sebagai ringkasan dari kitab Syamsun Azh-Zhahirah untuk mempermudah bagi para penelaah/orang yang cinta dengan ilmu nasab. Dalam kitab ini Al-Habib menguraikan secara sistimatis mengenai nasab dan memberikan tambahan agar setiap orang memelihara kesucian nasabnya dengan ahlak yang mulia sebab ini merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang. Karena tidaklah mudah untuk melaksanakannya,apalagi menjaga nasab sebagai ikatan penyambung keturunan serta asal-usul kembalinya keturunan seseorang kepada leluhurnya,terutama nasab yang bersambung pada baginda Rasulullah SAW. Riwayat seseorang diteliti dengan seksama supaya terjaga kesucian nasabnya dengan tertibnya susunan dari awal sampai akhir dengan jelas dan benar. Dengan segala jerih payah Al-Habib berusaha menyempurnakan isi buku ini walaupun Al-Habib mempunyai kesibukan yang luar biasa,apalagi penulisan buku ini harus didukung dengan suasana yang tenang . Segala rintangan yang dihadapinya membuat Al-Habib tegar pantang mundur demi melaksanakan niat dan keinginan untuk menyusun sejarah nasab Alawiyin yang merupakan pekerjaan yang sangat mulia . Dan tiada berharga kitab ini kecuali bagi orang yang mempunyai sifat mulia.Di masa itu Al Habib Ahmad,Al Habib Alwi bin Thohir Al Umar Al Haddad dan An Nasabah Al habib Ali bin Jakfar bin Syech Al Fargas Al Ahmad Maulamaryamah Asseggaff duduk dalam satu lembaga pemeliharan nasab di masa itu yakni Maktab Ad Daimi dimana satu dengan yang lainnya saling bahu membahu mengisi dan menjaga nasab yang mulia ini.Satu dengan yang lainnya saling melengkapi dan duduk pada posisinya masing masing.Sehingga dimasa itu pemeliharaan dan penjagaan nasab berada pada zaman ke emasan dan menghasilkan banyak karya yang sampai saat ini dapat kita nikmati.Alangkah indahnya hubungan kedekatan diantara mereka.
Di dalam kitab ini Al-Habib menambahkab catatan beberapa orang yang terkemuka serta para ulama yang hidup sekitar tahun 1307H-1365H,saat menulis kitab ini sekitar tahun1363 H Al-Habib menghitung terdapat lebih dari 300 qabilah dan kitab ini pertama kali diterbitkan di Solo Rabiul Awal 1365 H pada kesempatan ini kami tampilkan hanya 149 qabilah yang ada belum termasuk keturunan dari Sayyidina Hasan RA.
Sila merujuk ke : http://freepages.family.rootsweb.com/~naqobatulasyrof/main/GabilahNasabAlawiyin.html
Setelah Al-Habib kembali ke Solo, di saat tentara Jepang datang menyerbu pemerintah Hindia Belanda dan terjadi pertempuran sengit. Tak lama Al-Habib pun pindah ke Jakarta kembali dan mengajar di daerah Kalibata Jakarta Selatan setelah sekian lama mengajar di daerah kalibata ini maka kemudian terpikir olehnya akan kampung halamannya nun jauh disana kemudian di akhir hayatnya Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Muchsin As Shofie Asseggaff penuh dengan kemuliaan. Al-Habibpun memutuskan berangkat pulang ke negeri asalnya setelah melihat generasi penerusnya telah bangkit semangatnya ,yang telah Al-Habib saksikan dalam kehidupannya dan atas didikan serta jerih payah yang telah Al-Habib berikan banyak diantara mereka yang mengembangkan ilmunya dalam bidang sastra dan seni. Murid-murid dan teman-teman Al-Habib mengakui akan kemuliaan dan keagungan yang tampak dalam bait-bait syair perpisahan yang dikarangnya. Mereka melepas kepergian Al-Habib dengan kesedihan yang dalam. Maka berangkatlah Al-Habib Ahmad bin Abdullah Assegaf dari Jakarta pada hari Selasa 22 Jumadil Awwal 1369H. ALLAH telah menentukan umurnya ketika beliau sampai ditengah laut,maka wafatlah seorang Allamah,Pujangga,Ahli Nasab,Organisatoris Ulung,Politikus dan seorang Pendidik Yang berhati Mulia dan masih banyak lagi keahlian yang beliau miliki.Innalillahi Wa Inna Ilaihi Roojiu'n . Dan yang sangat disayangkan adalah banyak karya Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Muchsin As Shofie Asseggaff yang belum sempat dibukukan yang ikut terkubur ditengah laut termasuk semua perbekalan yang Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Muchsin As Shofie Asseggaff bawah serta waktu itu . Kita kehilangan seorang yang besar tampa ada pengganti yang sekelas dan setara dengan beliau.Zaman menangisi kepergian salah satu putra terbaik Alawiyin yang sulit buat kita cari penggantinya hingga kapanpun.
Beliau wafat di tengah laut dan terkubur disana sesuai dengan lautan ilmu yang beliau miliki.Kesedihan kita kian bertambah dan keprihatian kita kian menjadi jadi tak kalah kita amati tidak adanya upaya dari kita sebagai penerusnya untuk memegang estafet ilmu yang ada.Terutama kita sudah tak melihat lagi akan adanya para penerus penerus penjaga kerapian dan kemurnian nasab.Saat ini kita hanya menjumpai generasi generasi yang sangat pandai bicara dan saling salah menyalahkan tampa pandai berbuat buat keluarga kita.
Demikianlah uraian singkat mengenang Al-Habib Al-Walid Ahmad bin Abdullah bin Muchsin As Shofie Asseggaff , disusun oleh hamba yang sangat faqier dan dhaif ini.Semoga tulisan yang singkat ini dapat kita ambil suri tauladan dari kehidupan beliau yang telah memberikan sumbangan yang sangat besar dalam kehidupan Alawiyin hingga saat ini.

Salam takziem,
Hamba yang faqier


Alidien Hasan

Kamis, 17 September 2009

Abad 16 M, Islam Masuk Wonosobo

Sebuah komplek makam kuno para sayid (bangsawan keturunan Arab) ditemukan belum lama ini di Dusun Ketinggring Desa Kalianget Kecamatan Wonosobo. Kuburan tersebut berada di belakang komplek makam Mangunkusuman. Sedikitnya ada 25 orang habib (keturunan Nabi Muhammad SAW) yang disemayamkan di situ. Ini menunjukkan bila Wonosobo salah satu kantong wilayah penyebaran agama Islam sejak zaman dulu

Dari sekian nisan itu, ada 4 makam berada di ketinggian dan dikelilingi tembok. Seluruh nisannya terbuat dari batu alam berwarna hitam kelam. Kebanyakan ditatah dengan huruf Arab. Ada beberapa yang menggunakan huruf Jawa. Di atas gundukan tanah diletakkan batu-batu halus kecil. Istimewanya, makam tertata rapi di atas bukit. Di bawahnya adalah Dusun Kejiwan yang tampak dari atas rumahnya bergerombol indah.Terdapat undak-undakan atau semacam tangga naik. Ciri-ciri tersebut menunjukkan bahwa keempat makam itu merupakan tokoh yang dituakan atau dihormati pada masanya. Salah satunya adalah Sayid Hasyim bin Idrus bin Muhsin Ba’abud. Konon, dia masih keturunan Nabi Muhammad SAW berasal dari Hadramaut, Yaman yang datang ke Indonesia menyebarkan agama Islam

Bersama keluarga Bin Yahya, keluarga Ba’bud mengajarkan tarekat alawiyin dan sathoriyah. Keduanya menurut buku Sajaratul Ammah yang ditulis Robithoh Alawiyin Indonesia, keturunan Ba’bud dan bin Yahya serta para pengikutnya masuk ke Wonosobo pada akhir abad 16 memasuki abad 17 Masehi.

Menurut Habib Aqil bin Muhsin Ba’bud, salah satu keturunan Sayid Hasyim, 4 makam berjajar itu adalah Sayid Hasyim, Mangundirjo, istri Mangundirjo dan istri Sayid Hasyim. Sayid Hasyim adalah putra dari Sayid Idrus Ba’bud yang makamnya berada di Pasekaran, Pademonan, Batang. Sayid Hasyim datang ke Wonosobo untuk berdakwah bersama para pengikutnya.

Sayid Hasyim wafat pada tahun 1212 Hijriah atau 1791 Masehi dalam usia 120 tahun. Nisan yang berukir huruf Arab dan Jawa menunjukkan angka tahun 1791 M. Dalam laporan tim penelitian makam tua Dusun Ketinggring Desa Kalianget dan Desa Kejiwan, yang terdiri dari Habib Aqil, Ahmad Muzan, Elias Sumar, dan Bambang Sutejo disebutkan huruf Arab yang ditatah dalam nisan menyerupai kalimat prosa Arab dalam kitab Maulid al Barzanji.

Dari hasil penelitian tersebut dijelaskan bahwa para keturunan sayid ini datang dari Batang dan Pekalongan. Pendapat itu disertai bukti dalam buku Robithoh Alawiyin Indonesia yang berada di Jakarta terdapat catatan bahwa rombongan keluarga Ba’bud dan Bin Yahya marga Alawiyin berdakwah di Wonosobo. Dalam catatan disebutkan pemimpin rombongan Sayid Hasyim, wafat dan dimakamkan di Wonosobo. Setelah diadakan penelusuran, makam berhasil ditemukan.

Bukti lainnya adalah artevak batu nisan terdapat makam pengikut Sayid Hasyim berasal dari Pekalongan bernama Mu’minah binti Zakaria Al Qodli yang berangka tahun 1260 Hijriah. Selain itu ada makam Yahya Hajatun Nabi bertahun 1260 H, Walid Hasyim Ibn Hajatun 1262 H.

“Dari catatan buku Robithoh Alawiyin kami berupaya menemukan di mana letak makam Sayid Hasyim. Ternyata berada di kompleks pemakanan Candi Wulan atau makam Mangunkusuman atau di belakangnya,”ujar Habib Aqil.

Ditambahkan guru SMP Islam Wonosobo tersebut, semula malam tidak diperhatikan oleh masyarakat. Tertutup semak belukar lebat dan ditumbuhi tanaman keras. Bersama juru kunci makam Mangunsuman, makam para sayid itu lantas dibersihkan.

Ulama dan umaro (pemimpin) sejak zaman dulu memiliki hubungan erat. Terbukti, tambah Habib, makam Mangundirjo dan Sayid Hasyim yang berjajar. Raden Mangunkusuma adalah Bupati Wonosobo kedua setelah Tumenggung Setjonegoro. “Mangundirjo adalah ayah Mangunkusuma. Mangundirjo dan istrinya disemayamkan berjajar dengan Sayid Hasyim dan istri. Sayid Hasyim tokoh spiritualnya Mangunkusuma dan Mangundirjo. Ini menunjukkan sejak zaman dulu terjadi hubungan baik antara pemimpin dan ulama,”tandasnya.

Letak makam Mangunkusuma di depan, satu kompleks dengan makam anak-anak Sayid Hasyim. Sebaliknya, Mangundirjo –ayah Mangunkusuma- berada di belakang satu kompleks dengan makam Sayid Hasyim.

Berdasarkan penemuan tersebut, diduga penyebaran Islam di Wonosobo dilakukan sejak abad 17 M oleh para sayid. “Sementara masyarakat mempercayai adanya 3 tokoh pendiri Wonosobo yaitu Kyai Walik, Kyai Kolodete dan Kyai Karim. Barangkali ketika tokoh tersebut salah satunya adalah para sayid itu,”kata Bambang Sutejo dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo.
Sehingga penyebar agama Islam tidak hanya ulama keturunan Keraton Mataram atau para pengikut Pangeran Diponegoro –yang selama ini dipercayai- tetapi juga para sayid yang memang datang untuk berdakwah.

Sementara itu, keberadaan makam tak lepas dari mitos yang berkembang di masyarakat. Konon, bukit tempat para sayid ini dimakamkan akan longsor. Apabila itu terjadi, bukit akan menutupi Desa Kejiwan. Untuk mengatasinya, rekahan bukit disumbal alu dan sapu lidi tua. Makam pun kembali aman.

Dituturkan juru kunci makam Mubazir, kini makam para sayid ramai dikunjungi peziarah. Sebelumnya hanya makam Mangunkusuman yang diziarahi orang. Untuk memberikan kenyamanan bagi peziarah, makam dibersihkan dan lantainya disemen kembali.
“Kami berharap jalan menuju makam dibangun. Lalu rumput-rumputnya dibersihkan,”tambah Abdul Wasik warga setempat.

Dia menceritakan makam sayid memiliki keajaiban. Ia bersama warga setempat pernah menyaksikan sinar cemerlang keluar dari makam itu. Peristiwa terjadi pada saat menjelang pilihan kepala daerah tahun 2005 lalu.



Ajarkan Tarekat Alawiyah dan Sathoriyah

Ditemukannya makam Sayid Hasyin bin Idrus bin Muhsin Ba’abud memiliki benang merah dengan sejarah perkembangan agama Islam di Wonosobo. Sebenarnya siapakah Sayid Hasyim? Tokoh yang berasal dari Hadramaut tersebut merupakan kawan baik keluarga Bin Yahya. Mereka datang ke Indonesia dengan tujuan menyebarkan agama. Keduanya tiba di Batang. Lalu menyebarkan agama di setiap tempat yang disinggahi. Dari Batang, lantas dilanjutkan ke daerah selatan pegunungan Dieng yang waktu itu merupakan bermukimnya masyarakat Hindu Budha. Kemudian turun ke wilayah selatan yang sekarang disebut Kauman. Kampung ini dijadikan sebagai tempat tinggal sekaligus pusat penyebaran agama. Mereka membangun langgar sebagai cikal bakal masjid yang nantinya menjadi tempat pengajaran agama.

“Dalam dakwah beliau menggunakan prinsip sesuai diajarkan Rasulullah SAW dengan ilmu dan tutur kata serta perilaku baik. Sehingga memikat hati masyarakat untuk mengikuti ajarannya,”ungkap Habib Aqil yang masih keturunan Sayid Hasyim
Keluarga Ba’bud tidak suka menampakkan kelebihan di hadapan orang banyak. Dalam penyebaran agama menanamkan tauhid dan akhlakul karimah melalui tarekat alawiyah dan sathoriyah. Yaitu dengan aklak baik dan dzikir.

Sayid Hasyim memiliki 3 anak yaitu Ali, Syeh dan Hamzah. Ketiganya menyebar ke berbagai daerah di Pulau Jawa maupun luar negeri. Ali menurunkan 4 anak yakni Syarifah Khotijah, Ibrahim, Umar dan Muhamad. Sayid Ibrahim merupakan dikenal sebagai pendiri Nahdlatul Ulama di Wonosobo. Dia juga banyak bersedekah tanah untuk masjid dan lembaga pendidikan.

“Keturunan lainnya adalah Syeh dan Hamzah yang menyebarkan agama Islam di Parakan. Menetap di Parakan, memiliki 3 anak yaitu Muhsin, Usman dan Hasyim,”tandasnya. (lis retno wibowo; Jawa Pos) disalin dari www.jatiningjati.com